Schotalk (Scholarship Talk) bersama Muhammad Alfi Arinanda

Akhir tahun 2015, suami diminta untuk berbagi di grup whatsapp Sahabat Beasiswa tentang pengalaman mengejar beasiswa hingga akhirnya lulus dan berkesempatan berkuliah di empat negara dalam waktu dua tahun.

Sudah banyak yang mengutip chat-chat suami tanpa edit apapun, karena memang suami bercerita layaknya menulis di blog. Bahasanya formal, teratur, tanpa ada singkatan-singkatan, dan bukan bahasa gaul, sesuai EYD banget lah, hehe. Apa yang ditulis disini, adalah murni hasil copy-paste chat suami di grup Whatsapp yang saya lakukan, kecuali mengganti (,) menjadi (.) diakhir kalimat. Ssstt, saya diam-diam minta ke momod (yang tak lain sahabat saya juga) untuk dimasukin ke grup Whatsapp, buat jadi paparazzi. Wkwk. Jadi waktu Schotalk berlangsung, suami sampai sejam gak berhenti-henti ngetik. Saya  khawatir, takut kenapa-kenapa sama jempolnya suami. Saya berusaha bilang ke suami agar tidak terlalu memforsir jempol (?). Dia cuma bilang “capek dikit aja jempolnya”, wkwkwk.

***

Sebagaimana mungkin yang sebagian teman-teman ketahui bahwa Erasmus Mundus (EM) adalah program inisiatif dari European Union (EU) yang memfasilitasi mahasiswa dari seluruh belahan dunia untuk melanjutkan studi di beberapa negara Eropa.

Program EM saya ini, EMERALD (Erasmus Mundus Master in Georesources Engineering) terdiri dari 4 universitas afiliasi: Universite de Liege (Belgium), ENSG Nancy (France), dan Lulea Tekniska Universitet (Sweden) sebagai universitas utama, dan TUBAF (Germany) sebagai salah satu pilihan universitas untuk thesis research di semester 4.

Saya lulus dari ITB tahun 2013, dan setelah itu saya coba cari-cari program beasiswa karena ketika lulus saya sudah berniat untuk melanjutkan studi. Sampai kemudian saya menemukan website program EM, yang memuat list program EM yang disediakan oleh pihak EU. Di situs itu, kita bisa cari setiap program EM yang ada sesuai dengan bidang masing-masing, engineering, social, science, dsb.

Karena latar belakang saya adalah metalurgi, saya kemudian berakhir pada pilihan EMERALD, dan kebetulan program ini cukup unik dan relatif baru karena baru dibuka 2 tahun (saya adalah angkatan kedua dari EMERALD). Singkat kata, kita bisa menemukan segala persyaratan yang dibutuhkan di website dari masing-masing program EM.
Secara global, persyaratan dokumennya mencakup skor bahasa inggris, ijazah, transkrip, recommendation letter, dan motivation letter. Setiap EM bisa jadi memiliki persyaratan yang berbeda, jadi pesan saya cermati baik-baik websitenya, pelajari, dan kalau memang ada yang tidak dipahami bisa ditanyakan kepada orang yang sudah berpengalaman sebelumnya. Beberapa program EM juga mensyaratkan kita untuk mengirimkan dokumen fisik, jadi sekali lagi cermati semuanya dengan baik ya.

Pendaftaran EM biasanya dimulai pada bulan Sept-Okt dan ditutup akhir tahun, jadi sekarang ini seharusnya pendaftaran untuk tahun ajaran depan sudah dibuka, silahkan mulai berburu beasiswa, hehe. Pengumuman resmi diberikan pada bulan Maret, dan awalnya saya hanya ditempatkan sebagai waiting list.
Jadi, dalam sistem scholarship EM, dibagi ke dalam beberapa segmen penerima: awardee yang dinyatakan diterima secara penuh, awardee yang masuk waiting list (in case ada yang mengundurkan diri), dan ada yang ditolak sama sekali
Pada tahun 2014, pendaftar untuk program EM saya (EMERALD) ada 400an orang, dan pada akhirnya hanya 17 yang diterima, jadi memang kompetisinya cukup ketat karena bersaing dengan mahasiswa di seluruh dunia. Setelah saya dinyatakan diterima sebagai waiting list, saya kemudian mencoba daftar LPDP karena ibaratnya waiting list itu seperti ‘digantung’, dan alhamdulillah saya dinyatakan diterima melalui LPDP sebagai awardee,
Saya kemudian segera mengabarkan ke pihak EM, dan sejak saat itu saya resmi sebagai awardee LPDP yang studi di EM :).
Kembali lagi ke soal EM, begitu kita dinyatakan diterima nantinya kita akan mulai mengurus visa, dan visa untuk masuk Eropa diurus di kedubes yang menjadi negara tujuan studi pertama, dalam kasus saya adalah Belgia. Pengalaman saya, pengurusan visa ini terutama dokumen persyaratannya cukup ribet dan harus dilakukan di beberapa tempat, jadi persiapkan diri dan waktu (dan uang) baik-baik. Sebagai gambaran umum saja, untuk pengurusan visa Belgia, beberapa dokumen harus di-translate dulu ke bahasa Inggris (untuk yang berusia di atas 28 harus translate ke Prancis), kemudian dilegalisir di Kemenkumham dan Kemenlu, baru kemudian bisa disubmit ke Kedubes Belgia. Berdasarkan info yang saya terima, besaran beasiswa EM untuk program EM saya (dan saya cukup yakin berlaku untuk seluruh program EM secara global) adalah 1000 euro per bulan selama 24 bulan, plus 2000 euro setiap awal tahun ajaran baru. Semua biaya perkuliahan sudah ditanggung jadi tidak perlu repot-repot melakukan pembayaran lagi, dan untuk keberangkatan awal semua biaya (pesawat, visa, dsb) ditanggung awardee dulu, sebelum kemudian di-reimburse sesampainya kita di Eropa.

Mungkin begitu gambaran proses aplikasi EM dan gambaran sebelum keberangkatan ke Eropa, cukup melelahkan dan panjang namun bisa jadi pengalaman berharga buat teman-teman, intinya perjuangan beasiswa itu tidak hanya dimulai sebelum proses aplikasi, namun juga setelah dinyatakan diterima sampai dengan berangkat :). Dan sampailah kita di Eropa, saya akan cerita sedikit-sedikit mengenai negara-negara yang menjadi tempat studi saya. Pertama kali saya tiba di Eropa, saya menginjakkan kaki dan menempuh semester pertama di Belgia. Belgia adalah negara yang unik, karena kebudayaannya terbagi menjadi 2: Flanders di utara dan Wallonie di selatan.

Apa perbedaannya?

Flanders sangat kuat dipengaruhi oleh Belanda, mulai dari bahasa sehari-hari, tata bangunan, sistem akademik, dsb. Sementara, Wallonie sangat kuat dipengaruhi oleh Prancis, sehingga di sini semua kegiatan sehari-hari berbahasa Prancis. Unik ya? Saya juga pertama kali tiba di sini kaget, hehe.

Universite de Liege berada di daerah Wallonie, which means saya harus berada di lingkungan berbahasa Prancis, dan untungnya program EM membawakan materi kuliah dalam bahasa Inggris, sehingga tidak begitu masalah bagi saya mengikuti perkuliahan. Namun, ketika saya harus berinteraksi dengan warga lokal, tidak ada pilihan lain: saya harus bisa berbahasa Prancis karena jumlah orang yang bisa berbahasa Inggris di sini sangat terbatas. Walhasil saya cukup kerepotan ketika harus mengurus permit, buka bank account, dan urusan legal lainnya.. Dalam banyak kesempatan saya memanfaatkan Google Translate untuk berkomunikasi, dan alhamdulillah bisa menjadi solusi praktis untuk survive di Liege :). Sementara itu, di Belgia sebelah utara (Flanders) banyak sekali ditemukan local people yang lancar berbahasa Inggris, mungkin karena sistem pendidikan Belanda yang banyak membantu mereka untuk berbahasa bilingual (selain Jerman, Belanda adalah salah satu negara Eropa barat yang penduduknya mahir berbahasa Inggris). Secara umum, kehidupan saya di Liege alhamdulillah berlangsung cukup lancar, di awal memang cukup sulit beradaptasi terutama cuaca dan makanan, namun seiring berjalannya waktu semakin bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru :).

Fyi, berhubung Belgia bertetangga dengan Belanda, tidak sulit menemukan makanan khas Indonesia, seperti Sambal Bajak atau Indomie :). Dan yang paling saya sukai dari Belgia ini adalah transport lokalnya yang super murah, termurah di Eropa. Karena negaranya kecil, cost untuk fast train dari satu kota ke kota lain cukup 5 euro, dan cukup dengan 1 minggu travelling sudah bisa khatam keliling Belgia (Brugge, Ghent, Brussels, dsb). Dan Belgia dengan okenya diapit Prancis, Belanda, Jerman, dan Luxembourg, so pack your stuff and go travelling (asal jangan lupa belajar, hehe).

Selain itu, overall biaya hidupnya juga cukup murah dibandingkan negara Eropa lainnya, makanan, pakaian, tempat tinggal, dsb. Kurang lebih, kalau teman-teman bisa pol berhemat, satu bulan bisa habis sekitar 400-500 euro untuk accommodation, food, dan tambahan lainnya seperti communication, transportation, dsb.

Semester kedua saya pindah ke Nancy, Prancis, berada di Prancis sebelah timur (selatan Luxembourg). Karena saya sudah menghabiskan 1 semester di daerah Wallonie di Belgia, perpindahan ke Prancis ini tidak terlalu signifikan perbedaannya, hanya saja jumlah local people yang bisa berbahasa Inggris semakin dan semakin sedikit, so I strongly recommend you to learn French at least basic ones :).

Living cost Prancis juga tidak berbeda jauh dengan Belgia, dan yang menyenangkan dari Prancis adalah pemerintahnya yang gemar memberikan subsidi kepada mahasiswa. Salah satu subsidi yang diberikan adalah subsidi accommodation, kalau tidak salah namanya “Caf”. Cukup dengan mengurus beberapa dokumen di kantor pusat, teman-teman bisa mendapatkan subsidi biaya accommodation hingga 40%. Namun, karena negaranya terlampau luas, biaya transportasi dari satu kota ke kota lain cukup mahal dengan kereta. Untungnya di Prancis (dan beberapa negara Eropa) mengadopsi program car sharing (Blablacar), yang intinya kita bisa menumpang mobil orang dan patungan biaya perjalanannya, sehingga biaya perjalanan jadi lebih murah.

Sistem pendidikan Belgia (Wallonie) dan Prancis mengikuti sistem yang diberlakukan oleh pemerintah Prancis, dimana sistem kredit ECTS dibebankan kepada mahasiswa Erasmus Mundus. Sistem scoring Prancis adalah skala 0-20, dimana batas minimal lulus di Belgia adalah 10/20 untuk setiap mata kuliah dan rata-rata, dan di Prancis adalah 6/20 untuk setiap mata kuliah dan 10/20 untuk rata-rata.

Program EMerald saya memberlakukan sistem drop out, dimana mahasiswa yang gagal memenuhi batas nilai di atas pada tahun pertama di Belgia dan Prancis akan di-drop dari EMERALD dan beasiswanya diputus, saya kurang tahu apakah program EM lain juga memberlakukan hal yang sama atau hanya program EM saya, mohon maaf saya belum melakukan cross-check. Angkatan pertama EM saya, ada 8 orang yang drop out, sedangkan di angkatan saya (angkatan kedua) ada 2 orang, jadi saran saya belajar serius dari awal, karena tujuan utama kita jauh-jauh ke Eropa adalah belajar, akan ada saatnya jalan-jalan dan mengenal budaya lokal, namun utamakan belajar selalu jadi prioritas utama 🙂

Bagaimana posisi mahasiswa Indonesia di EM?

Saya berikan sedikit contoh dari program EM saya, di angkatan pertama ada 1 orang yang berhasil survive dan lulus, dan saya alhamdulillah termasuk dalam best 3 di angkatan saya, jadi orang Indonesia seperti kita pun bisa bersaing secara kompetitif dengan mahasiswa dari seluruh dunia! :).

Setelah survive di tahun pertama, saya melanjutkan studi semester 3 di Lulea, Swedia
Mungkin teman-teman belum pernah dengar Lulea karena Swedia lebih populer dengan Stockholm hehe, namun sebagai gambaran umumnya Lulea terletak di utara Swedia (Norbotten), sangat dekat dengan lingkar kutub utara. Berjarak sekitar 1 jam pesawat dari Stockholm, Lulea merupakan kota yang tidak terlalu besar namun menjadi salah satu kota utama di Swedia terutama karena sangat dekat dengan beberapa tambang utama di Swedia (Kiruna, Malmbergt, dsb), dan berhubung studi saya mengenai geologi dan mineral maka Lulea menjadi tujuan utama studi saya di Swedia.

Swedia memiliki budaya yang jauh berbeda dengan Prancis. Salah satu budaya utama yang terkenal di sini adalah bagaimana orang lokal sangat menghargai yang namanya privasi. Istilah kerennya: “Swedish’s space”. Sebagai contoh, ketika orang lokal sedang menunggu bus di halte, maka mereka tidak akan berdiri berdampingan, berpepetan satu sama lain, melainkan memberikan jarak 1 meter di antara mereka. Jadi jangan heran kalau di Swedia menemukan barisan panjang orang menunggu bus di halte, namun dengan jarak tiap orang 1 meter! :).

Pada awalnya, mereka akan sedikit antipati dan dingin terhadap warga pendatang, namun setelah kita dapat mencairkan suasana dengan obrolan yang ramah mereka akan menjadi teman yang sangat baik :). Biaya hidup di Swedia mahal, hampir 2 kali lipat dibanding Belgia dan Prancis, so prepare yourself :). Dan tentu saja sebagaimana teman-teman bisa tebak, berhubung Swedia cukup dekat dengan kutub, suhu di sini sangat-sangat dingin, dimana biasanya berkutat di bawah 15 pada musim gugur, dan bisa mencapai -30 sampai -40 di musim dingin. Dan pada musim dingin dan musim panas, matahari akan beredar dengan ‘tidak normal’, dimana pada musim panas akan ada hari dimana 24 jam matahari tidak akan terbenam (“longest day of year”), dan di musim dingin akan ada hari dimana matahari cuma terbit 3 jam (“shortest day of the year”), jadi sekali lagi bersiaplah ;). Dan jangan lupakan salju yang turun hampir setiap hari ketika musim dingin, danau luas yang membeku menjadi “biggest ice skate ring in the world”, dan aurora yang menari-nari di langit setiap malam :).

Sistem pendidikan Swedia cukup berbeda dengan Prancis, dimana di sini pada umumnya mahasiswa hanya akan dinilai dengan 2 kriteria: passed or failed, namun di beberapa universitas dan mata kuliah professor akan tetap memberikan nilai dengan skala 1-5 (5 yang tertinggi).

Ah iya saya lupa menceritakan suasana belajar mengajar di sini, hehe. Suasana belajar di Eropa sebagaimana layaknya di Indonesia, pengamatan saya terhadap teman-teman kuliah saya ada yang selama kuliah kurang menyimak, terkadang menyelingi belajar dengan browsing, dsb. Namun mereka akan benar-benar habis-habisan belajar ketika sudah memasuki exam periods, ibaratnya mengerahkan segala waktu dan upayanya untuk belajar. Mereka (terutama mahasiswa di Swedia) juga sangat menganut sistem “5 days work-2 days party”, yang mana mereka akan benar-benar fokus dan serius belajar dan mengerjakan tugas di 5 hari kerja, dan meninggalkan segala-galanya di 2 hari libur. Dan yang unik dari program EM ini adalah menyatukan seluruh mahasiswa dari berbagai negara di dunia, sehingga mereka berdatangan dari latar belakang berbeda. Termasuk gaya mereka dalam bekerja sama dalam tugas atau proyek kelompok. Di sini, adaptasi dengan lingkungan baru dan teman-teman berlatar belakang berbeda kembali menjadi kunci kesuksesan teman-teman dalam studi dan survive di sini :). Saya sendiri mempunyai teman dari 16 kewarganegaraan berbeda dengan berbagai kisah hidup dan latar belakang berbeda, dan hal itulah yang menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan :).

Kunci sederhana dalam bergaul adalah jangan egois dan tetap junjung keluhuran budi pekerti Indonesia, karena menurut salah satu professor yang saya kenal dan saya pernah berinteraksi, mahasiswa Indonesia adalah salah satu mahasiswa tersopan yang dia pernah kenal, nilai plus untuk kita! :D.
Berikutnya sedikit pemaparan mengenai planning melanjutkan studi ya :).

Saya salah satu mahasiswa yang pada saat masih S1 cukup galau melanjutkan langkah, antara studi atau kerja. Ketika saya melihat ada kakak kelas yang asyik studi di luar, hati saya condong ingin studi juga. Dan ketika saya melihat ada senior dengan gaji cukup sejahtera menceritakan pengalamannya bekerja, hati saya berubah haluan ingin kerja.

Begitu terus sampai saya menginjak semester 7. Sampai kemudian saya berdiskusi dengan ortu saya, dan dengan izin dan restu mereka saya memantapkan diri untuk melanjutkan studi. Sebagai plan awal saya, begitu saya lulus kuliah saya mencari pekerjaan sementara, untuk sekedar menabung untuk biaya aplikasi beasiswa. Karena modal untuk apply beasiswa itu tidaklah murah. Kalau teman-teman coba iseng hitung, total biaya untuk les dan tes bahasa inggris, medical check up, dan aplikasi visa (plus biaya-biaya kecil lainnya seperti transport, translate, dsb), maka teman-teman akan menemukan nominal yang tidak sedikit.

Plan awal saya adalah melepaskan ketergantungan saya dengan ortu, sehingga kemudian saya mendaftar sebagai part-timer di konsultan di Bandung sambil saya mengurus persyaratan. Tahap berikutnya adalah mempelajari dengan baik persyaratan yang diberikan oleh program EM tujuan teman-teman. Kalau perlu, print out brosurnya dan tempel di kamar :). Jika ada persyaratan IPK, jadikan itu sebagai target teman-teman ketika menyelesaikan S1. Print out juga peta Eropa dan tempel di kamar, agar menjadi motivasi agar suatu hari nanti bisa menjelajah puluhan negara Eropa, melanjutkan studi dengan salah satu sistem pendidikan terbaik di dunia :).

Kemudian, yang paling penting adalah persyaratan bahasa, dan utamanya Bahasa Inggris, entah TOEFL iBT atau IELTS. Salah satu hal yang paling saya sesali ketika berkuliah s1 adalah saya meremehkan belajar bahasa Inggris, menganggap mudah dipelajari ketika lulus nanti. Nyatanya, belajar bahasa menjadi modal paling utama, dan sebaiknya dipelajari sedini mungkin. Agar persiapan teman-teman semakin baik nantinya. Pelajari juga bahasa yang menjadi negara-negara tujuan studi, walaupun sekedar belajar otodidak, karena sebagaimana pengalaman saya di atas, tidak selamanya lancar berbahasa Inggris berarti survive di Eropa, sehingga mempelajari bahasa lokal sangat penting. Selain itu, warga lokal akan sangat menghargai pendatang yang mau menghargai kebudayaan lokalnya, dalam hal ini berbahasa lokal. Saya lupa memaparkan tadi bahwa Swedia adalah negara Eropa non-bahasa Inggris yang memiliki jumlah penduduk terbesar yang lancar berbahasa Inggris, sekitar 86%, jadi bahasa Inggris cukup untuk survive di Swedia.

Kemudian, mulai persiapkan semua dokumen aplikasi dengan baik, karena beberapa dokumen cukup menyita waktu untuk pengurusannya. Salah satu dokumen yang paling penting adalah motivation letter, yang memiliki porsi besar dalam penentuan keberterimaan teman-teman dalam program EM (sekitar 20% bobot total). Teman-teman dapat dengan mudah menemukan contoh motivation letter di Google, jadi saya tidak akan paparkan di sini ya :). Setelah semua persyaratan oke, saatnya teman-teman submit application, perhatikan tata caranya, deadline submission-nya, dan dokumen apa saja yang dibutuhkan. Selalu teliti dan cermat dalam memahami, dan ketika kita stuck jangan sungkan untuk bertanya :).

Satu hal lagi yang paling penting, selalu persiapkan berbagai plan teman-teman, plan A, plan B, plan C, dst. Jangan pernah terpaku pada 1 plan saja, namun selalu siapkan plan lainnya sebagai ‘cadangan’ kalau tiba-tiba ada halangan untuk plan A kita, yakinlah bahwa selalu ada skenario terbaik yang sudah dipersiapkan untuk kita :). Dan jangan pernah patah semangat, saya bisa, ratusan mahasiswa lainnya bisa, dan saya yakin semua orang pasti bisa, yang membedakan hanyalah seberapa keras tekad dan usaha orang itu untuk mencapai cita-citanya. Dengan meluangkan waktu teman-teman malam ini di Schotalk ini sudah menjadi satu langkah sederhana dalam mencapai cita-cita,

Akan ada puluhan langkah lagi yang harus dicapai, namun langkah pertama akan selalu menjadi penentu, berikutnya adalah teman-teman sendiri yang berhak menentukan kecepatan langkah teman-teman, dan jangan pernah berhenti sebelum teman-teman berhasil :). Mungkin begitu pemaparan saya, mohon maaf jika terlalu panjang, semoga bermanfaat :).

***

Sesi Tanya Jawab

1. Bagaimana latar belakang abang sebelum mendapatkan beasiswa tersebut. Saat SMP, SMA, dan S1. Apakah abang orang yg pintar dan berprestasi? Saya merasa minder utk meraih beasiswa. Krna sya kurang pintar dan minim prestasi. Mohon motivasinya. Terima kasih.

2. Biaya yg hrs dikumpulkan utk persiapan pertama berapa budgetnya? Apakah dana dr orang tua atau bagaimana? Soalnya kan dana awal dr kita baru di-reimburse gitu. Erasmus mundus ada utk program PhD gak ya? Klu yg sdh berkeluarga adakah tambahan dana yg cover utk awardee yg sdh menikah?

3. Ada tmn sy yg dpt beasiswa ke prancis, namun di beri syarat tdk boleh pakai jilbab sehingga ia mmgurungkan niatnya. Apakah EM jg begitu?

4. Apakah mungkin lulusan S1 dgn IPK yg pas pasan bisa mendapatkan beasiswa ke luar negeri? Kalau iya, jenis beasiswa apa?

5. Bagaimana cara kakak dulu membuat research plan yang mendetail dan originalitasnya bagaimana ? Mengingat dulu waktu s1, dibimbing oleh dosen mulai proposalnya (dan tidak orisinil ya)

9.Bagaimana cara mndapatkan beasiswa full dengan biaya hidup selama disana, bagaimana dngan orang yang kemampuan berbahasa inggrisnya kurang tetapi memiliki tekad yang tinggi. Dan yang terakhir negara manakah yang bagus untuk mengambil studi tentang ekonomi dan finance.

10. Terimakasih Mas Alfi atas sharing yg bermanfaat. Sy mau tanya, kira2 utk Program Erasmus Mundus tanpa mengajukan beasiswa EM, kira2 kuota yg diterima berapa? Apakah jika sudah diterima dlm program Erasmus Mundus diperbolehkan untuk menunda memulai perkuliahan/baru memulai perkuliahan smt berikutnya (misal terkendala izin belajar dr Instansi, dsb.). Lalu kira2 dalam Proses Seleksi EM, faktor2 apa saja yang paling mempengaruhi kita diterima atau tidaknya?

11. Ap motivasi pemateri sehingga ingin kuliah d luar negeri? Bgmn prospeks ke depannya alumni Luar Negeri d Indonesia khususnya dalam hal kesempatan kerja dan/atau karir.

12. Terima kasih atas waktu ynf telah diberikan. Pertanyaan sya, Hal”apa saja yng membuat kta bisa kterima di EM trutama bidang materials physics ? Dan apakah ada utk yng di RWTH Aachen ? Kmudian apa tips” agar bisa mndapatkan beasiswa EM dan LPDP ? Terima kasih

13. Saya mahasiswa rumpun kesehatan, nah sebagian besar lulusan rumpun kesehatan melanjutkan studi profesi. Nah, utk melamar menjadi calon penerima beasiswa EM/LPDP, nilai ijazah mana yg di pertimbangkan? Apakah nilai ijazah s1 / nilai saat program profesi, terkhusus saya insyaAllah ke program profesi apoteker. Pertanyaan kedua : utk mahasiswa rumpun ilmu kesehatan kira2 apakah berbeda jauh klasifikasi pemberkasaan dan penilaian dg bidang teknik, terutama tek metalurgi. Terimakasih 😁

14. Ap motivasi pemateri sehingga ingin kuliah d luar negeri? Bgaimana peluang lulus beasiswa bg yg mengambil kuliah by coursework, ad yg blg kebanyakan sistem kuliah d LN by research. Bgmn prospek ke depannya alumni Luar Negeri d Indonesia khususnya dalam hal kesempatan kerja dan/atau karir.

15. Maaf mhn kjelasannya, beasswa LPDP itu mngasih gnti jga ya u/pmbuatan visa dll. Bgmna cra kk mnerima LoA? Ada 4 universitas, nah ribet nggk si kak pindah2 kampus? Berarti adaptasi lgi ya pd sstm akademikny? Lalu pengurusn Administrasinya gmna kak? Terimakasih

16. Selama di negara swedia dan prancis ikut terlibat PPI atau tidak, jika iya kegiatan apa saja yang telah dilakukan?

17. Ada tmn sy yg dpt beasiswa ke prancis, namun di beri syarat tdk boleh pakai jilbab sehingga ia mmgurungkan niatnya. Apakah em jg begitu?

18. Untuk pendaftaran ke EM apakah dibutuhkan semacam promotor seperti jika ingin kuliah di Jepang ? Untuk mahasiswa yg tidak cumlaude apakah berpeluang lolos di beasiswa EM ?

19. Posisi mas alfi berarti di biayai LPDP atau EU mas?

20. Bagaimana cara kaka menanggulangi belajar bahasa inggris yg bisa dibilang telat belajar? Adakah motivasi utk mereka yg belum melek thd bahasa inggris? Apakah disana bisa sambil kerja part time? Bagaimana toleransi beragama disana? Dan bagaimana tetap berada dijalur agama supaya tdk terpengaruh dgn lingkungan disana?

***

Saya coba jawab satu per satu ya, semoga jawabannya memuaskan, hehe

1) untuk Sarip dari UIN Jakarta,

menurut saya setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam meraih beasiswa, entah beasiswa dalam negeri maupun luar negeri, dalam kasus beasiswa Erasmus beberapa program bahkan tidak membebankan batasan minimal IPK karena mereka menerima aplikan dari seluruh dunia yang memiliki sistem scoring dan pendidikan berbeda, sehingga tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya,

Prestasi ketika studi hanyalah satu dari sekian hal yang menjadi pertimbangan bagi pihak EU dalam memberikan beasiswa, dan motivation letter menjadi salah satu poin penilaian utama karena di sanalah mereka menilai motivasi, latar belakang, dan semangat sang aplikan dalam mendaftar beasiswa EM, sehingga dengan semangat yang gigih saya yakin Sarip juga pasti bisa mendapatkan beasiswa yang dicita-citakan 🙂

dan jangan lupakan pula bahwa selain EM dan LPDP ada puluhan bahkan ratusan beasiswa lain di luar sana, Nuffic Neso di Belanda, VLIR-UOS di Belgia, atau Chevening di UK, sehingga ada ratusan pintu yang bisa Sarip ketuk peluangnya 🙂

2) untuk Nur Azifah dari Pascasarjana UI,

1. Maksudnya setelah dinyatakan diterima ya? Untuk biaya aplikasi visa totalnya mungkin akan habis sekitar 5-6 juta (application fee ke kedubes, perlengkapan dokumen, legalisir, transportasi dsb), dan biaya pesawat ke Eropa sekitar 5-10 jt (tergantung tujuan dan waktu keberangkatan), dan karena waktu itu dana saya habis dipakai untuk persiapan pra-aplikasi, sebagian saya pinjam sementara ke orangtua, tentu dengan jaminan bahwa pasti akan di-reimburse,

Setahu saya ada beberapa program Erasmus untuk PhD, jatuhnya nanti adalah tergabung dalam project yang dilakukan oleh European Union, namun saya kurang hafal detailnya program apa saja yang dibuka untuk PhD, saya sendiri ada 1 teman sedang PhD Erasmus di Italy (Chemical eng.),

Sayangnya tidak ada kalau beasiswa EM, kalau LPDP ada tambahan dana 25% per anggota keluarga yang diajak tinggal bersama (maksimal 2 orang)

3) untuk Atika dari UNJ:

Situasi Eropa sempat memanas ketika kasus Charlie Hebdo terkuak, dan islamophobia kembali muncul terutama di Prancis, namun tidak semua bagian negara Prancis ‘anti’ Islam karena banyak juga teman saya yang pada awalnya ketakutan namun pada akhirnya tidak apa-apa,

Dan sejauh yang saya tahu, program EM tidak pernah membebankan syarat seperti itu (dilarang memakai aksesoris agama), apalagi program EM biasanya dilakukan di lebih dari 1 negara sehingga aturan yang dianut EM adalah aturan global dari seluruh negara Eropa, tidak hanya 1 negara saja

4) untuk Alfian dari ITS:

Jawaban saya sama seperti dengan jawaban saya untuk pertanyaan nomor 1: bisa. Memang benar bahwa beasiswa di dalam negeri masih cukup konvensional dengan memberikan persyaratan minimal IPK, namun beberapa beasiswa yang lingkupnya global, seperti EM, Nuffic Neso, VLIR UOS, Chevening, dsb ada yang tidak mensyaratkan batasan IPK,

saya sendiri tidak begitu ingat apa saja beasiswa yang tidak memberikan batasan IPK, namun sebagai gambaran untuk program EMerald saya tidak ada batasan minimal IPK,

5) untuk Garry,

Untuk master by course, tidak diwajibkan membuat research plan sehingga saya belum pernah membuat research plan untuk studi master,

Namun master by research memang mewajibkan calon mahasiswa menulus research proposal, yang mana biasanya master jenis ini dilaksanakan di UK atau Aussie,

Saya sendiri sedang dalam tahap pembuatan research proposal untuk posisi PhD candidate di salah satu univ di UK, dan sedikit saran saya adalah pelajari latar belakang profesor yang memiliki research interest yang sama dengan yang kita minati, coba lakukan komunikasi via email dengan beliau, dan diskusikan mengenai riset yang beliau adakan atau fasilitasi di univ tempat beliau bernaung,

Pengalaman saya, agak susah kalau harus menulis research proposal sendiri dari 0, dan kadang kurang klop dengan keinginan calon supervisor, sehingga komunikasi sangat penting 🙂
Pertanyaan 6-7-8 ngga ada ya? Hehehe :p

9) untuk Oktavia dari UNAIR,

Sepengetahuan saya, hampir seluruh beasiswa memberikan full cover untuk awardeenya, sebagai contoh beasiswa EM memberikan full cover untuk mahasiswa yang berdomisili di luar Eropa (dan hanya half cover untuk domisili Eropa), jadi cukup pelajari dengan baik setiap program beasiswa yang tersedia, pelajari juga mekanisme pemberian beasiswanya, sehingga nantinya tidak salah langkah 🙂

Saran saya mulailah belajar bahasa Inggris sedini mungkin, tidak perlu langsung mengambil langkah besar dengan ikut les ini-itu, awali dengan cara-cara menyenangkan seperti nonton film dengan subtitle bahasa Inggris, baca novel berbahasa Inggris, atau kalau ingin lebih ‘akademik’ coba download dan baca-baca paper scientific berbahasa Inggris yang sesuai dengan bidang yang dipelajari, ingat bahwa tidak ada bayi asli Indonesia yang dari lahir langsung bisa berbahasa Inggris, semua diawali dari satu langkah sederhana dan jadikan langkah pertama sebagai langkah yang paling ringan dan menyenangkan 🙂

Studi ekonomi dan finance ya? Yang saya banyak tahu Inggris menjadi tujuan utama, saya banyak punya teman anal ekonomi dan finance yang berguru ke UK, selain itu, Belanda dan Jerman bisa jadi pilihan yang bagus,
Saya kurang begitu paham soal ekonomi dan finance, namun sederhananya negara dengan ekonomi kuat selayaknya buat jadi tujuan belajar ekonomi, hehehe 🙂

12) untuk Maulia dari UnBraw,

Untuk bisa diterima di program yang diinginkan, tentunya akan jauh lebih baik jika kita sendiri punya latar belakang dari bidang yang bersinggungan dengan program itu, sebagai contoh Material Physics bisa didekati dari latar belakang Material, Metalurgi, Mesin, Fisika, Kimia, dsb, saya rasa koneksi antara latar belakang dan program yang dituju menjadi kunci utama,

RWTH Aachen memiliki beberapa program EM, namun saya kurang tahu apakah ada mencakup Material Physics, mungkin bisa dicari tahu di website resmi EM: eacea.ec.europe.eu/erasmus_mundus
Tips untuk mendapatkan beasiswa secara general sudah saya paparkan di bagian akhir pemaparan saya di atas, intinya mantapkan niat-pelajari program beasiswa yang diinginkan-lengkapi dan penuhi persyaratan-submit aplikasi-berdoa 🙂 tips dari saya, selalu siapkan plan-plan cadangan dan jangan menggantungkan harapan hanya ke satu program, kalau bisa daftar ke 2-3 program sekaligus yang kita minati untuk memperbesar peluang kita melanjutkan studi,

13) untuk Icang dari UI,

Pada umumnya untuk LPDP setahu saya ijazah S1, namun masih tetap dapat dilampirkan program profesinya sebagai tambahan, saya punya teman dari farmasi ITB yang begitu lulus langsung ambil studi S2 di UK (saya lupa kampusnya, kalau tidak salah Univ of Manchester) dan pastinya dia pakai ijazah S1,
Untuk EM sendiri ada baiknya dilampirkan keduanya, dan bisa jadi profesi akan jadi nilai plus bagi seleksi EM karena dipertimbangkan sebagai spesialisasi dalam profesi,

Saya rasa tidak, hampir semua program beasiswa terutama EM memberikan persyaratan yang sama dan hampir tidak ada yang khusus, kecuali mungkin yang spesial seperti dokter, namun untuk teknik dan sains hampir tidak ada pembedaan,

14) untuk Rezki dari UNM,

Pertanyaan 1 dan 3 sudah dijawab ya,

Peluang coursework dan research sama besarnya, yang membedakan hanya mekanisme keberterimaan dari univ: coursework lebih kepada apakah mahasiswa memenuhi syarat administrasi, dan research lebih kepada apakah supervisor menerima mahasiswa itu di bawah bimbingannya,
Dan jumlah coursework dan research hampir sama banyaknya kok, hehehe,

15) untuk Sabtin dari Politeknik Bogor,

Iya LPDP mengganti semua biaya yang dikekuarkan awardee ketika akan berangkat studi, termasuk visa dan tiket keberangkatan,

Saya apply secara resmi dan menunggu pengumuman, setelah saya dinyatakan diterima sebagai waiting list saya kontak administrator EM untuk request LoA untuk saya, dan mereka dengan senang hati dan cepat membantu saya,

Sisi negatif dari mobilitas tinggi adalah perpindahannya, karena kita hanya bisa settle selama 6 bulan di satu negara, otomatis ketika berpindah pun harus packing semua barang, mengirimkan barang (jika tidak memungkinkan dibawa sekaligus), dan mengurus perpindahan,
Iya betul, adaptasi menjadi kunci agar bisa segera ‘nyetel’ dengan negara tujuan kita, tidak sulit namun butuh waktu, dan jangan khawatir karena kita punya teman sekelas yang bernasib sama dengan kita 🙂 begitu kita bisa menyatu dengan teman-teman sekelas, akan lebih mudah bagi kita beradaptasi dan saling bantu-membantu satu sama lain,
Administrasi kependudukan cukup ribet, namun pihak EM sangat banyak membantu dan mendampingi sehingga tidak perlu khawatir merasa ditinggalkan sendirian dan mengurus segalanya sendiri,

16) untuk Rasidin dari Universitas Jambi,

Selama di Belgia saya cukup aktif kegiatan PPI Belgia, banyak silaturahmi ke PPI kota dan ikut acara di Kedubes,
Selama di Prancis saya tidak begitu aktif karena kesibukan kuliah semester 2 yang sangat berat,
Selama di Swedia ini saya belum menemuka PPI di kota saya karena di Lulea jarang ada orang Indonesia, namun saya ada ikut penampilan angklung yang diinisiasi oleh orang Indonesia yang bermukim di sini,

Secara general sih PPI adalah wadah kebersamaan, tempat dimana kita bisa ‘ngoceh’ berbahasa Indonesia setelah satu minggu selalu ngomong bahasa asing, sehingga program kegiatannya pun kebanyakan untuk menyatukan silaturahmi warga Indonesia seperti masak dan makan bareng, pengajian muslim, jalan-jalan, dsb,
Namun ada juga beberapa PPI yang berinisiatif melakukan kegiatan yang lebih ‘serius’ seperti mengadakan conference, pagelaran budaya, dsb

17) untuk Atika, sudah terjawab ya di jawaban nomor 3 (sepertinya pertanyaannya dobel)

18) untuk Ranti dari UHO,

Tidak, namun diperlukan adanya recommendation letter, biasanya dari dosen atau atasan di kantor,

Seperti yang saya paparkan sebelumnya, IPK tidak menjadi acuan utama bagi EM dalam seleksi calon awardee-nya 🙂

19) untuk ?,

Saya dibiayai sepenuhnya oleh LPDP, hanya ‘numpang’ kuliah saja bareng EM, saya tidak mendapatkan dana apapun dari EM, malah saya harus membayar tuition fee kepada EM (yang ditanggung oleh LPDP) 🙂

20) untuk Annisa dari UIN Jakarta,

Mulailah belajar dari hal-hal menyenangkan, nonton film dengan subtitle bahasa Inggris misalnya, ketika kita sudah membiasakan diri dengan bahasa Inggris maka dengan sendirinya kita akan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan kita, dan jangan lupakan pula untuk mempelajari hal-hal fundamental untuk apply beasiswa dengan TOEFL iBT atau IELTS,

Tidak, saya sudah terlalu sibuk dengan kuliah dan tugas yang tidak ada putusnya jadi tidak kepikiran untuk part time 🙂

Teman-teman satu kelas saya adalah orang-orang yang toleransi agamanya paling oke menurut saya, begitu tahu saya seorang Muslim mereka selalu menyediakan minuman non-alkohol untuk saya, dan selalu membantu saya memilihkan makanan tanpa daging ketika harus makan di luar, itu contoh kecilnya,
Secara general, toleransi mereka terhadap agama sangat baik, karena bagi mereka agama adalah urusan pribadi masing-masing dan mereka sangat menjunjung privasi setiap orang,

Tekad yang kuat dari dalam diri sendiri untuk menjauhi hal yang dilarang adalah kuncinya, selain itu banyak-banyak pendekatan terhadap Allah juga dapat membentengi kita dari pengaruh buruk, dan satu lagi hal yang bisa saya pelajari adalah berikan penjelasan secara sederhana mengenai agama kepada teman-teman kita kendati mereka bukan berasal dari agama kita, mereka dengan sendirinya akan banyak bantu kita membentengi diri dari hal-hal yang buruk 🙂

***

Buat saya, pengalaman melakukan apply beasiswa adalah pengalaman paling berharga buat saya,

Saya pernah gagal apply beasiswa ke Jepang tahun 2013, dan ketika itu saya sempat merasa down berhari-hari karena saya keluar modal cukup besar untuk pendaftaran ujian masuk di awal, saya sempat ada pikiran bahwa Allah tidak adil dengan saya,

Namun orang tua saya mengajarkan saya untuk pantang menyerah, tetap berkeras hati bertekad menyelesaikan apa yang sudah diperjuangkan di awal, dan ternyata di balik kegagalan saya Allah mengganti dengan yang lebih baik menurut saya, saya dilangkahkan untuk melanjutkan studi jauh ke Eropa,

Pengalaman jatuh bangun ketika apply beasiswa, kekuatan hati ketika harus mengurus ini itu sebelum keberangkatan, dan rasa syukur karena diberikan kesempatan sebesar ini menjadi modal yang paling berharga buat saya untuk survive di sini dan insyaa Allah memberikan prestasi terbaik selama studi,

Nikmati setiap proses, ingatkan diri sendiri bahwa setiap langkah kita tidak akan pernah menjadi langkah mundur, walaupun kita gagal pasti itu adalah langkah maju kita ke depan, untuk mencapai keberhasilan nantinya,

Dan perjuangan mendapat beasiswa tidak akan berakhir setelah kita dinyatakan diterima, justru di sanalah garis start bagi kita, ketika kekuatan hati kita diuji untuk menyelesaikan studi sebaik-baiknya di tengah-tengah negara yang melihat kita sebagai ‘warga asing’, jauh dari segala kenyamanan dan orang-orang terdekat kita di Indonesia,

Dan ingat bahwa di balik setiap senyuman di setiap foto mahasiswa yang studi di luar negeri, yang mereka posting di media sosial, di depan menara Eiffel, menara Pisa, dsb.. ada kesedihan yang harus mereka sembunyikan rapat-rapat, ada rasa rindu tanah air yang harus mereka pendam dalam-dalam, dan segala pengalaman buruk di negeri orang yang tidak pernah mereka bagi kepada kita, dan justru itulah motivasi terbesar mereka untuk segera menyelesaikan studi sebaik-baiknya dan pulang ke Indonesia untuk berkontribusi bagi negara kita,

Daripada merutuki kegelapan lebih baik menyalakan lilin untuk menemukan senter atau menyalakan genset kan? Hehe 😉

Ditunggu cerita-cerita serunya dalam berjuang mendapatkan beasiswa, 300 orang yang mengikuti sesi ini saya yakin akan menjadi pemateri-pemateri Schotalk di masa depan untuk anak-anak saya dan teman-teman, ditunggu inspirasi-inspirasinya 🙂

Leave a comment